Pesan Produk Sekarang

Tindakan Nyata Bukan Hanya Sekedar Kata-kata

pikirandanciptaan.jpg (388×309)

Penulis : Pitoyo Amrih ( Profil Penulis )
Beberapa hari lalu saya kebetulan berkesempatan berdiskusi panjang lebar dengan salah seorang pakar teknologi solar energy dari negri Jerman. Dia telah lebih dari duapuluh tahun sebagai praktisi di aplikasi pemanfaatan energi surya. Sempat bercerita kepada saya, bahwa ini adalah kali pertama dia berada di kawasan Asia, juga di Indonesia tentunya.
Setiap kali bercerita berdiskusi kepada saya, tak henti-hentinya dia begitu mengagumi sumber daya energi matahari yang –dia sebut- begitu berlimpah, karena letak geografis Indonesia yang berada di khatulistiwa. Maklumlah, saya bisa mengerti apa yang ada di kepalanya. Dia seorang ilmuwan yang menekuni energi surya. Ketika pertama kali ke Indonesia dan melihat sendiri betapa sinar matahari bersinar begitu terang di sini sepanjang hari –tidak seperti di tempat asalnya, pada musim panas sekalipun-, saya bayangkan bak seperti seorang yang haus di padang pasir dan mendapati sebuah oase.
Beberapa kali dia lebih suka mengajak saya berdiri di udara terbuka dan merasakan bahwa betapa energi sinar matahari di sini sangat besar kalau saja bisa dimanfaatkan.
Fase pertama dia begitu kagum akan sinar matahari di sini, dan beberapa saat kemudian sampai juga dia ungkapkan keheranannya, mengapa penelitian dan pengembangan akan pemanfaatan energi surya ini, tidak begitu populer di sini. Saat itulah saya juga merasa ada yang salah dengan kita-kita sebagai bangsa ini.
Dia coba beri gambaran tentang negrinya di Jerman, dimana dia hitung secara kasar energi iradiasi matahari di sana rata-rata sepanjang tahun mungkin hanya sekitar enampuluh persen dari energi iradiasi matahari di sini. Di sana, terutama sepuluh tahun terakhir ini, industri pembangkit listrik maupun kolektor panas begitu cepat pertumbuhannya. Dia coba beri angka bahwa tahun lalu saja terealisasi instalasi panel surya seluar 20.000 m2! Anda bisa bayangkan kalau ditempat saya mungkin hampir sebanding dengan luasan satu kelurahan! Dan itu bisa menghasilkan energi panas pada kondisi iradiasi maksimal sampai sekitar 8 Megawatt! Mungkin setara dengan energi listrik sekitar 2 Megawatt! Rata-rata mungkin duaribu rumah tangga bisa terlayani di tempat kita!
Jujur, saya hanya melongo terbengong mendengarkan angka-angka asumsi yang dia sampaikan.
Saya renungi kemudian bahwa angka-angka diatas bisa jadi terlalu kasar dan terlalu optimis, belum memperhitungkan tingkat efisiensi, dan konsitensi ketersediaan sumber panas matahari itu sendiri. Dengan artikel ini pun saya tidak bermaksud untuk mengecilkan arti upaya-upaya yang bisa jadi telah dilakukan oleh para ahli di bidang ini di negri kita sendiri. Dari perguruan tinggi mungkin, atau dari lembaga Ristek dari pemerintah.
Apa yang saya maksud dari cerita saya diatas bahwa, kita –juga termasuk saya tentunya- seharusnya akan muncul pertanyaan di kepala, “kemana saja kita selama ini..?”. Entahlah, terkadang saya merasa, kita secara kolektif sebagai bangsa, memiliki resistansi yang terlalu tinggi terhadap kondisi yang tidak kita inginkan. Kita mungkin terlalu terlena, seperti ungkapan Koes-Plus bahwa kita ‘terlalu’ merasa bahwa kita hidup di ‘Kolam Susu’. Sehingga itu semua membuat kita terlalu manja. Menghadapi masalah, lebih suka ‘merengek’ dari pada melihat itu semua sebagai suatu tantangan itu dapat melakukan sesuatu yang baru.
Kita lihat, ungkapan marah terhadap kenaikan BBM sampai sekerang belum juga usai. Tapi masalah yang timbul tidak kunjung teratasi bila kita hanya selalu saja marah. Sudah saatnya kita, terhadap setiap masalah yang timbul untuk kemudian selalu bersemangat merespon : “..keadaan memang menyesakkan,.. kira-kira apa yang kita masing-masing bisa lakukan…?!”. Tidak hanya dengan kata-kata, tapi dengan tindakan nyata!

Koleksi Produk Lainnya :

Posting Komentar

 
Copyright © 2014. BukaBaju Template - Design: Gusti Adnyana